Rabu, 25 April 2012

Masa Depan UPI Bandung: Pasca Singgah di “Planet Neoliberalism”

Oleh

JAJA JAMALUDIN

Praktisi Pendidikan dan Alumni UPI Bandung 1998

Sulit dibantah bahwa perubahan status sejumlah perguruan tinggi termasuk universitas Pendidikan Indonesia, (UPI Bandung) ke BHMN bersih dari virus neoliberalisme pendidikan. Setidaknya, pelanggaran atas amanah konstitusi UUD 1945 tentang tanggung jawab Negara atas hak pendidikan warga Negara jelas telah dibuktikan dan diruntuhkan oleh realitas ideology kultural masyarakat-bangsa kita. Keganjilan dan ketidak cocokkan atas bias orientasi idiologi pendidikan itu makin kentara pada tataran praksis tak-terbantahkan dalam wujud fakta kastanisasi mahasiswa yang sejatinya sebagai insan akademik. Seperti dikemukakan Prof HAR Tilaar dalam Pembaharuan 15/3/2007, bahwa Pengalihan status sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN), adalah bentuk lain dari neoliberalisme di bidang pendidikan. Dengan pendekatan neoliberalisme itulah, pemerintah secara sadar dan sistematis menutup akses orang miskin untuk menikmati pendidikan dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar (SD) sekolah Menengah sampai perguruan tinggi. Dia menegaskan, sejak awal menolak pembentukan BHMN pada PTN, karena napasnya mengabaikan semangat dan nilai-nilai UUD 1945.

Pakar pendidikan lainnya Darmaningtyas yang juga Pengurus Majelis Perguruan Taman Siswa menilai, BHMN menutup akses orang miskin ke PTN (Pembaruan, 14/3/2007). Bahkan pakar pendidikan Prof Dr Winarno Surakhmad menilai, BHMN telah menghambat demokrasi dan pemerataan pembangunan di bidang pendidikan (Pembaruan, 15/3/2007). Saat itu, Darmaningtyas dan Winarno pun mengingatkan agar para rektor PTN lainnya yang belum berstatus BHMN untuk mengambil hikmah dari realitas selama ini. Keduanya menyarankan agar BHMN ditinjau kembali dan BHP yang kini masih dalam bentuk BHP ditolak saja sebelum menjadi UU, karena BHP justru akan memperparah sistem pendidikan nasional secara keseluruhan. Seluruh tesis pakar tersbut telah terbukti dan sulit dibantah bahwa BHMN telah menyeret haluan idiologi pendidikan Negara ini ke jurang Liberalisasi pendidikan.

Dalam sebuah paparannya, Eko Prasetyo, menyebutkan bahwa salah satu ciri dari dari Neolibelarisasi adalah Negara absen dalam layanan public seperti pendidikan dan kesehatan. Benar, bahwa BHMN, masih milik Negara tetapi infiltrasi virus karakterik neolib tampak jelas bersarang dan terbaca jelas dalam lepas tangannya negera/pemerintah dalam pendanaan layanan public pendidikan. Sebagai, penggantinya adalah peranserta masyarakat justru harus ikut membayar biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi. Pada saat yang sama secara sistematis juga tak terbantahkan bahwa implikasi dari perubahan status itu adalah kastanisasi status mahasiswa yang berbasis pada kemampuan dan daya beli mahasiswa atas layanan pendidikan. Akibatnya masyarakat dengan kemampuan ekonomi tak berdaya, pasti termarjinalkan bahkan tertutup rapat tidak dapat menikmati layanan public berupa pendidikan tinggi.

KEMBALI KE PANGKUAN PERTIWI

Kini, dengan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2012 dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2012. Keduanya ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 April lalu, UPI telah kembali menjadi perguruan Tinggi yang dikelola penuh oleh pemerintah. Sebagaimana dikatakan Republika, edisi 24/4/2012, menyebutkan bahwa kedua Perpres itu menegaskan semua kekayaan, mahasiswa, hak dan kewajiban ITB dan UPI sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara menjadi kekayaan, mahasiswa, hak, dan kewajiban ITB dan UPI sebagai perguruan tinggi yang dikelola oleh Pemerintah.

Ibarat sebuah wilayah yang lepas dari NKRI secara fisik, maka perguruan tinggi yang beralih status BHMN, dalam perspektif haluan idiologi pendidikan Negara, maka PT tersebut nyata-nyata tidak beridiologi murni idiologi pendidikan Negara atau melepaskan diri dari idiologi pendidikan. PT yang ber-BHMN tengah meminjam identitas idiologi liberalis yang menghambakan diri pada mekanisme daya beli.

Hegemoni kekuasaan dan birokrasi pendidikan, telah menjadi bala tentara yang digerakkan oleh idiologi liberalis dalam pendidikan. Para petinggi perguruan tinggi di berbagai PT yang lebay untuk ber-BHMN sangat proaktif menjadi justifikator atas halalnya pemurtadan idiologi pendidikan oleh perguruan tinggi dengan cara melepaskan ruh idiologi pendidikan sebagaimana amanat pancasila dan UUD 1945.

Hari-hari ini dan kedepan UPI (dan ITB) telah kembali ke pangkuan idiologi pendidikan sejati pancasila dan UUD 1945 yang bukan liberalism. Dinding tembok idiologi sejati ternyata berada pada kekuatan kultuteral masyarakat-bangsa bukan pada kekuasaan dan birokrasi yang cenderung korup dan penghianat atas amanah konstitusi idiologi pendidikan. Lebih dari 12 tahun masyarakat pendidikan diajak eksperimentasi menyaksikan dan merasakan serta menonton kelinci percobaan perguruan tinggi “dipaksa” berBHMN.

Kedepan UPI, sejatinya lebih mencermati dan mengejawantahkan amanah konstitusi atas kewajiban negera dan bangsa terhadap hak-hak dasar rakyat atas pendidikan. UPI kedepan seyogyanya sebagaimana dalam Perpres Nomor 43 Tahun 2012 disebutkan, bahwa UPI menyelanggarakan tridarma perguruan tinggi yang meliputi pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, UPI menyelenggarakan pendidikan akademik, dan/atau pendidikan vokasi dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan/atau olahraga dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi.

“UPI mengembangkan disiplin ilmu pendidikan, pendidikan disiplin ilmu, dan disiplin ilmu lain yang menunjang pelaksanaan disiplin ilmu pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu,” tulis Pasal 2 ayat 3 Perpres Nomor 43 Tahun 2012.

Dengan ditetapkannya sebagai perguruan tinggi pemerintah, maka pembiayaan penyelenggaraan UPI bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain dari APBN, UPI dapat menerima dana dari sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan harus menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum.

Lebih dari itu, yang amat krusial dari perubahan status, ini UPI harus menunjukkan sebagai kampus rakyat untuk mencerdaskan bangsa dan menjadi garda terdepan dan paling progresif dalam menunaikan amanah konstitusi melaksanakan tugas negera dalam pendidikan. Untuk itu, UPI sejatinya mengedepankan good gavernance dalam pengelolaan pendidikan perguruan tinggi. Jangan pernah terdengar satu katapun dalam pandangan public civitas akademika UPI tersandung korupsi, plagiat serta salah urus manajemen pendidikan tinggi. Jangan sampai, para alumni UPI Bandung menutup mata dan membuang identitas lulusan UPI, hanya gara-gara para pemangku amanah pengelola UPI terlibat korupsi, plagiarism yang sungguh tak terpuji. UPI sejatinya konsisten menjadi kawah chandradimuka bagi para calon pendidik bangsa. Jangan lagi UPI mengalami ambivalensi sikap dan idiologi institusi yang hanya mempertontonkan kegamanangan lulusannya di masyarakat. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar